PENERAPAN MEDIA
(TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI)
pada BIMBINGAN DAN KONSELING
Devi Ari Mariani,M.si
Dunia
telah berubah. Dewasa ini kita hidup dalam era informasi/global. Dalam
era informasi, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat
oleh batas ruang dan waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda dengan era
agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat
tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan
untuk meningkatkan produktifitas. Karakteristik masyarakat seperti ini
dikenal dengan istilah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Siapa yang menguasai pengetahuan maka ia akan mampu bersaing dalam era global.
Oleh
karena itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan media,
termasuk teknologi informasi dan komunikasi untuk semua aspek kehidupan
berbangsa dan bernegaranya untuk untuk membangun dan membudayakan
masyarakat berbasis pengetahuan agar dapat bersaing dalam era global.
Bimbingan
dan Konseling sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu
(siswa), dilaksanakan melalui berbagai macam layanan. Layanan tersebut
saat ini, pada saat jaman semakin berkembang, tidak hanya dapat
dilakukan dengan tatap muka secara langsung, tapi juga bisa dengan
memanfaatkan media atau teknologi informasi yang ada. Tujuannya adalah
tetap memberikan bimbingan dan konsling dengan cara-cara yang lebih
menarik,interaktif, dan tidak terbatas tempat, tetapi juga tetap
memperhatikan azas-azas dan kode etik dalam bimbingan dan konseling.
BIMBINGAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding : “ showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).
Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya proses bimbingan lebih menekankan kepada peranan pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.
Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli :
v Miller
(I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses
bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan
untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
v Peters dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai : the process of helping the individual to understand himself and his world so that he can utilize his potentialities.
v United States Office of Education
(Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang
terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta
didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk
problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan,
kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus
mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri
pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
v Jones et.al. (Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan : “guidance is the help given by one person to another in making choice and adjusment and in solving problem.
v I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat
bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
v Dalam
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah
dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada
peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan”.
v Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah
pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun
kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier,
melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
Dari
beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam
memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat
adanya benang merah, bahwa :
v Bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.
v Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.
Dari
pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan
dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.
Keberadaan
layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia
dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang
lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali
pergantian istilah, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam
Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994 dan Kurikulum
2004 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini
para ahli mulai meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.
B. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling
Pada masa sebelumnya (atau mungkin masa sekarang pun, dalam prakteknya masih ditemukan) bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling cenderung bersifat klinis-therapeutis atau menggunakan pendekatan kuratif, yakni hanya berupaya menangani para peserta didik yang bermasalah saja. Padahal kenyataan di sekolah jumlah peserta didik yang bermasalah atau berperilaku menyimpang mungkin hanya satu atau dua orang saja. Dari 100 orang peserta didik paling banyak
5 hingga 10 (5% – 10%). Selebihnya, peserta didik yang tidak memiliki
masalah (90% -95%) kerapkali tidak tersentuh oleh layanan bimbingan dan
konseling. Akibatnya, bimbingan dan konseling memiliki citra buruk dan sering dipersepsi keliru oleh peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada anggapan bimbingan dan konseling merupakan “polisi sekolah”,
tempat menangkap, merazia, dan menghukum para peserta didik yang
melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa
bimbingan dan konseling sebagai “keranjang sampah” tempat untuk menampung semua masalah peserta didik, seperti peserta didik yang bolos, terlambat
SPP, berkelahi, bodoh, menentang guru dan sebagainya. Masalah-masalah
kecil seperti itu dapat diantisipasi dan diatasi oleh para guru mata
pelajaran atau wali kelas dan tidak perlu diselesaikan oleh guru
pembimbing.
Mengingat keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orientasi baru bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan atau developmental dan pencegahan pendekatan preventif. Dalam hal ini, Sofyan. S. Willis (2004) mengemukakan landasan-landasan filosofis dari orientasi baru bimbingan dan konseling, yaitu :
1. Pedagogis;
artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembangan
peserta didik dengan memperhatikan perbedaan individual diantara peserta
didik.
2. Potensial,
artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki potensi
untuk dikembangkan, sedangkan kelemahannya secara berangsur-angsur akan
diatasinya sendiri.
3. Humanistik-religius,
artinya pendekatan terhadap peserta didik haruslah manusiawi dengan
landasan ketuhanan. peserta didik sebagai manusia dianggap sanggup
mengembangkan diri dan potensinya.
4. Profesional,
yaitu proses bimbingan dan konseling harus dilakukan secara profesional
atas dasar filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan berketerampilan
berbagi teknik bimbingan dan konseling.
Dengan adanya orientasi baru ini, bukan berarti upaya-upaya bimbingan
dan konseling yang bersifat klinis ditiadakan, tetapi upaya pemberian
layanan bimbingan dan konseling lebih dikedepankan dan diutamakan yang
bersifat pengembangan dan pencegahan. Dengan demikian, kehadiran
bimbingan dan konseling di sekolah akan dapat dirasakan manfaatnya oleh
seluruh peserta didik, tidak hanya bagi peserta didik yang bermasalah
saja.
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dengan orientasi baru Bimbingan dan konseling terdapat beberapa fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu:
1. Pemahaman;
menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan
pemacahan masalah peserta didik meliputi : (a) pemahaman diri dan
kondisi peserta didik, orang tua, guru pembimbing; (2) lingkungan
peserta didik termasuk di dalamnya lingkungan sekolah; dan keluarga
peserta didik dan orang tua; lingkungan yang lebih luas, informasi
pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan sosial budaya/terutama nilai-nilai
oleh peserta didik.
2. Pencegahan;
menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai
permasalahan yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.
3. Pengentasan; menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik.
4. Advokasi; menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan.
5. Pemeliharaan dan pengembangan; terpelihara dan
terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik
dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling :
Sejumlah
prinsip mendasari gerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan
konseling. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan,
jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta berbagai aspek
operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1. Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan sasaran layanan; (a) melayani semua individu
tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial; (b)
memperhatikan tahapan perkembangan; (c) perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.
2. Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu; (a)
menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap
penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat
sekitar, (b) timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya
kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
3. Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan Konseling; (a)
bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan dan pengembangan
individu, sehingga program bimbingan dan konseling diselaraskan dengan
program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik; (b) program
bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik maupun lingkungan; (c) program bimbingan dan konseling
disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu; (d)
program pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil
layanan.
4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (a) diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri; (b) pengambilan keputusan yang
diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri sendiri; (c) permaslahan
individu dilayani oleh tenaga ahli/profesional yang relevan dengan
permasalahan individu; (d) perlu adanya kerja sama dengan personil
sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak
lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu; dan (e) proses
pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah
memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan
layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati
oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut
untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan
itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan
layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau
bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa
pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai
jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling.
Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.
Asas- asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien)
yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak
boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru
pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,
2. Asas Kesukarelaan;
yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik
(klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan
baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor)
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar
peserta didik (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan kekarelaan.
4. Asas Kegiatan;
yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi
sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu
mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap
layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian;
yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling;
yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan
dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan
ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing
(konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan;
yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan
(peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan
terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan;
yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun
pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini,
kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan;
yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum,
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan
dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
(klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian;
yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam
hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan
konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud
baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus;
yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas
atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat
mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing
(konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat
mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang
berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani;
yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling
secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa
aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan
dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
MEDIA (TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI)
A. Pengertian Media
Istilah
media berasal dari bahasa latin, yaitu medium yang memiliki arti
perantara. Dalam Dictionary of Education, disebutkan bahwa media adalah
bentuk perantara dalam berbagai jenis kegiatan berkomunikasi. Sebagai
perantara, maka media ini dapat berupa koran, radio, televisi bahkan
komputer. Gagne (dalam Sadiman, dkk, 2002) menyatakan bahwa media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya
untuk belajar. Lebih lanjut, Briggs (dalam Sadiman, dkk, 2002)
menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan
pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Definisi tersebut mengarahkan kita untuk menarik suatu simpulan bahwa media adalah segala jenis (benda) perantara yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada orang yang membutuhkan informasi.
Definisi tersebut mengarahkan kita untuk menarik suatu simpulan bahwa media adalah segala jenis (benda) perantara yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada orang yang membutuhkan informasi.
Lebih
lanjut, dalam proses pembelajaran dikenal pula istilah media
pembelajaran. Suyitno (1997) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah
suatu peralatan baik berupa perangkat lunak maupun perangkat keras yang
berfungsi sebagai belajar dan alat bantu mengajar. Sebagai alat bantu
dalam proses pembelajaran, maka media belajar ini akan disesuaikan
dengan karakteristik masing-masing bahan ajar yang akan disajikan juga
memperhatikan karakteristik siswa.
B. Jenis-Jenis Media
Saat
ini, dengan cepatnya teknologi komunikasi maka semakin banyak pula
media komunikasi yang muncul. Pada pembahasan ini, media komunikasi yang
dimaksud adalah media untuk membantu pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di sekolah. Beberapa media yang dimaksud adalah komputer
(internet), peralatan audio seperti tape recorder dan peralatan visual
seperti VCD/DVD.
1. Komputer
Perkembangan
perangkat komputer saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Hampir setiap bulan muncul genre-genre baru dalam dunia komputer.
Sebagai contoh adalah perkembangan prosessor sebagai otak dalam sebuah
komputer mulai dari Intel Pentium 1 sampai dengan Pentium 4. Sebagian
orang belum bisa menikmati kecanggihan Prosesor Pentium 4, saat ini
sudah muncul Centrino bahkan Centrino Duo Core. Belum lagi sebagian
orang berpikir kehebatan Centrino Duo Core, telah muncul pula AMD 690.
Pesatnya
perkembangan teknologi komputer ini memang sebagai jawaban untuk akses
data atau informasi. Perubahan di masyarakat yang semakin cepat pada
akhirnya menuntut perkembangan teknologi komputer yang semakin canggih.
Saat ini dibutuhkan akses data yang cepat, sehingga pada akhirnya
prosesor yang ada juga semakin cepat
2. Peralatan Audio
Perkembangan
peralatan audio saat ini juga mengalami perkembangan yang pesat.
Peralatan audio yang di pergunakan dalam proses bimbingan dan konseling
seperti tape recorder. Penggunaan tape recorder ini antara lain adalah
untuk merekam sesi konseling dan memutar kembali hasil-hasil yang
diperoleh selama sesi konseling.
Tape recorder membutuhkan kaset untuk bisa melakukan tindakan perekaman. Kaset memiliki pita magnetik yang berfungsi untuk menyimpan data atau informasi percakapan.
Tape recorder membutuhkan kaset untuk bisa melakukan tindakan perekaman. Kaset memiliki pita magnetik yang berfungsi untuk menyimpan data atau informasi percakapan.
Saat
ini telah berkembang alat perekam yang tidak membutuhkan pita perekam.
Alat ini disebut MP3 dan MP4. Pada dasarnya alat ini berfungsi sebagai
player, dimana di dalam alat ini terdapat sebuah mini harddisk yang
memiliki kapasitas sampai dengan 4 Gb. Sebagai sebuah player, maka alat
ini dapat memainkan musik dan dapat dipergunakan untuk merekam suara.
Ukuran
MP3 dan MP4 saat ini amat kecil jika dibandingkan dengan sebuah mini
tape recorder biasa. Seringkali kita jumpai, alat MP3 atau MP4 seukuran
sebuah spidol atau ballpoint
3. Peralatan Visual
Alat
visual dapat bermacam-macam ragamnya seperti video player dan VCD/DVD
player. Pada awalnya, penggunaan peralatan visual adalah dengan
mempergunakan projector. Penggunaan proyektor ini dipandang tidak
efisien, karena dalam proses produksinya membutuhkan tahapan-tahapan
yang panjang. Mulai dari merekam gambar sampai dengan menampilkan
gambar. Bahkan seringkali dijumpai mutu gambar yang tidak bagus dan
bahkan mudah rusak. Sehingga lambat laun peralatan ini mulai
ditinggalkan.
Video
player dulu merupakan peralatan yang lumayan banyak dipergunakan orang.
Hanya saja, saat ini sudah banyak ditinggalkan karena proses
produksinya tertalu berbelit. Untuk menghasilkan sebuah hasil rekaman
yang baik, dibutuhkan kamera perekam yang lumayan besar dan berat,
selain itu kaset yang dipergunakan juga relatif besar, sehingga
dipandang tidak praktis. Terlebih, hasil rekaman seringkali tidak begitu
jernih.
Peralatan
visual yang sering kita jumpai antara lain adalah video player atau CD
player. Peralatan ini banyak dijumpai karena memiliki tingkat
pengoperasian yang mudah dan memiliki harga yang relatif murah.
Penggunaan video player ini tidak akan bisa lepas dari keberadaan sebuah
disc atau keping VCD/DVD. Dengan kecanggihan teknologi yang ada saat
ini, proses perekaman gambar tidak perlu mempergunakan perangkat yang
bermacam-macam. Saat ini telah berkembang alat perekam (handycam) yang
secara langsung dapat merekam gambar langsung ke dalam keping VCD/DVD.
Dengan kata lain, pengoperasian VCD/DVD ke player akan semakin mudah.
Perkembangan
teknologi informasi saat ini, pada akhirnya bertujuan untuk memudahkan
konsumen menikmati hiburan antau informasi dengan efisien. Hal ini pada
akhirnya memunculkan perangkat-perangkat multi media. Teknologi multi
media yang berkembang saat ini sudah demikian canggihnya, sehingga
sehingga seringkali konsumen bingun untuk memilih teknologi apa yang
akan dibeli.
Saat ini peralatan komputer yang dijumpai di pasaran pun sudah mempergunakan teknologi multi media. Dulu, komputer hanya dipergunakan sebagai alat pengolah data saja. Tetapi selanjutnya berkembang juga sebagai alat entertainment. Komputer saat ini hampir bisa dipergunakan untuk membantu segala macam permasalahan manusia, mulai dari mengolah data sampai dengan memproduksi sebuah tayangan video yang baik.
Saat ini peralatan komputer yang dijumpai di pasaran pun sudah mempergunakan teknologi multi media. Dulu, komputer hanya dipergunakan sebagai alat pengolah data saja. Tetapi selanjutnya berkembang juga sebagai alat entertainment. Komputer saat ini hampir bisa dipergunakan untuk membantu segala macam permasalahan manusia, mulai dari mengolah data sampai dengan memproduksi sebuah tayangan video yang baik.
C. MANFAAT PENGGUNAAN MEDIA DALAM KONSELING
Tidak
dapat disangkal bahwa saat ini kita hidup dalam dunia teknologi. Hampir
seluruh sisi kehidupan kita bergantung pada kecanggihan teknologi,
terutama teknologi komunikasi. Bahkan, menurut Pelling (2002)
ketergantungan kepada teknologi ini tidak saja di kantor, tetapi sampai
di rumah-rumah.
Konseling sebagai usaha bantuan kepada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini dapat ditemukan pada bagaimana teori-teori konseling muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan konseling. Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual.
Konseling sebagai usaha bantuan kepada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini dapat ditemukan pada bagaimana teori-teori konseling muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan konseling. Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual.
Komputer
merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam
proses konseling. Pelling (2002) menyatakan bahwa penggunaan komputer
(internet) dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan
karir sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan karir. Hal ini
sangat memungkinkan, karena dengan membuka internet, maka siswa akan
dapat melihat banyak informasi atau data yang dibutuhkan untuk
menentukan pilihan studi lanjut atau pilihan karirnya.
Data-data
yang didapat melalui internet, dapat dianggap sebagai data yang dapat
dipertanggungjawabkan dan masuk akal (Pearson, dalam Pelling 2002;
Hohenshill, 2000). Data atau informasi yang didapat melalui internet
adalah data-data yang sudah memiliki tingkat validitas tinggi. Hal ini
sangat beralasan, karena data yang ada di internet dapat dibaca oleh
semua orang di muka bumi. Sehingga kecil kemungkinan jika data yang
dimasukkan berupa data-data sampah.
Sebagai contoh, saat ini dapat kita lihat di internet tentang profil sebuah perguruan tinggi. Bahkan, informasi yang didapat tidak sebatas pada perguruan tinggi saja, tetapi bisa sampai masing-masing program studi dan bahkan sampai pada kurikulum yang dipergunakan oleh masing-masing program studi. Data-data yang didapat oleh siswa pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan.
Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan oleh Baggerly sebagai berikut:
Sebagai contoh, saat ini dapat kita lihat di internet tentang profil sebuah perguruan tinggi. Bahkan, informasi yang didapat tidak sebatas pada perguruan tinggi saja, tetapi bisa sampai masing-masing program studi dan bahkan sampai pada kurikulum yang dipergunakan oleh masing-masing program studi. Data-data yang didapat oleh siswa pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan.
Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan oleh Baggerly sebagai berikut:
- Akan meningkatkan kreativitas, meningkatkan keingintahuan dan memberikan variasi pengajaran, sehingga kelas akan menjadi lebih menarik;
- Akan meningkatkan kunjungan ke web site, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan siswa;
- Konselor akan memiliki pandangan yang baik dan bijaksana terhadap materi yang diberikan;
- Akan memunculkan respon yang positif terhadap penggunaan email;
- Tidak akan memunculkan kebosanan;
- Dapat ditemukan silabus, kurikulum dan lain sebagainya melalui website; dan
- Terdapat pengaturan yang baik
Selain
penggunaan internet seperti yang telah diuraikan di atas, dapat
dipergunakan pula software seperti microsoft power point. Software ini
dapat membantu konselor dalam menyambaikan bahan bimbingan secara lebih
interaktif. Konselor dituntut untuk dapat menyajikan bahan layanan
dengan mempergunakan imajinasinya agar bahan layanannya tidak
membosankan.
Program
software power point memberikan kesempatan bagi konselor untuk
memberikan sentuhan-sentuhan seni dalam bahan layanan informasi. Melalui
program ini, yang ditayangkan tidak saja berupa tulisan-tulisan yang
mungkin sangat membosankan, tetapi dapat juga ditampilkan gambar-gambar
dan suara-suara yang menarik yang tersedia dalam program power point.
Melalui fasilitas ini, konselor dapat pula memasukkan gambar-gambar di
luar fasilitas power point, sehingga sasaran yang akan dicapai menjadi
lebih optimal.
Gambar-gambar
yang disajikan melalui program power point tidak statis seperti yang
terdapat pada Over Head Projector (OHP). Konselor dapat memasukkan
gambar-gambar yang bergerak, bahkan konselor bisa melakukan insert
gambar-gambar yang ada di sebuah film.
Media
lain yang dapat dipergunakan dalam proses bimbingan dan konseling di
kelas antara lain adalah VCD/DVD player. Peralatan ini seringkali
dipergunakan oleh konselor untuk menunjukkan perilaku-perilaku tertentu.
Perilaku-perilaku yang tampak pada tayangan tersebut dipergunakan oleh
konselor untuk merubah perilaku klien yang tidak diinginkan (Alssid
& Hitchinson, 1977; Ivey, 1971, dalam Baggerly 2002). Dalam proses
pendidikan konselor pun, penggunaan video modeling ini juga dipergunakan
untuk meningkatkan keterampilan dan prinsip konseling yang akan
dikembangkan bagi calon konselor (Koch & Dollarhide, 2000, dalam
Baggerly, 2002).
Sebelum
VCD/DVD player ini ditayangkan, seorang konselor sebaiknya memberikan
arahan terlebih dahulu kepada siswa tentang alasan ditayangkannya sebuah
film. Hal ini sangat penting, sebab dengan memiliki gambaran dan tujuan
film tersebut ditayangkan, maka siswa akan memiliki kerangka berpikir
yang sama. Setelah film selesai ditayangkan, maka konselor meminta siswa
untuk memberikan tanggapan terhadap apa yang telah mereka lihat.
Tanggapan-tanggapan ini pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana klien
berpikir dan bersikap, yang kemudian diharapkan akan dapat merubah
perilaku klien atau siswa.
D. Kerugian Penggunaan Media dalam Konseling
Pelling
(2002) menyatakan bahwa, walaupun saat ini masyarakat sangat tergantung
pada teknologi, tetapi di lain pihak, masih banyak diantara kita yang
mengalami ketakutan untuk mempergunakan teknologi.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat kita masih percaya
bahwa pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh orang tua atau orang
yang dituakan masih dianggap lebih baik. Hal ini tidak lepas dari budaya
paternalistik yang melingkupi masyarakat kita.
Sebaik
apapun teknologi yang berkembang, tetapi jika pola pikir masyarakat
masih terkungkung dengan nilai-nilai yang diyakini benar, maka data atau
informasi yang didapat seakan-akan menjadi tidak berguna. Sebagai
contoh, seorang siswa akan memilih jurusan di perguruan tinggi. Mungkin
mereka akan mencari informasi sebanyak mungkin, dan konselor akan
memfasilitasi keinginan mereka. Tetapi, pada saat mereka dihadapkan
untuk menentukan dan memilih jurusan yang akan diambil, maka tidak
jarang dari mereka akan berkata, “Saya senang dengan jurusan A, tetapi
nanti tergantung pada orang tua saya”.
Contoh lain, saat ini perkembangan teknologi sudah berkembang dengan demikian pesat. Tiap
manusia dapat berkomunikasi tanpa dibatasi rentang ruang dan waktu.
Tetapi dalam budaya tertentu, alat komunikasi ini bisa menjadi “tidak
bermanfaat”. Restu orang tua merupakan hal yang dianggap sakral oleh
sebagian budaya tertentu, bahkan meminta restu ini akan lebih afdol jika
dilakukan dengan melakukan sungkem. Untuk menunjukkan perilaku ini,
maka seringkali mereka melupakan kecanggihan piranti komunikasi yang
sudah canggih, walau jarak yang ditempuh untuk mendatangi orang tua
relatif jauh.
Hal
lain yang terkait dengan penggunaan media dalam bimbingan dan konseling
adalah sasaran pengguna seringkali disamakan. Walaupun ragam media
sudah bermacam-macam, tetapi media ini seringkali masih belum bisa
menyentuh sisi afektif seseorang. Dalam bimbingan dan konseling dikenal
istilah empati. Penggunaan media, seringkali pula akan “menghilangkan”
empati konselor, jika konselor mempergunakan media sebagai alat bantu
utama.
Klien
datang ke ruang konseling tidak selalu membutuhkan informasi dari
internet atau komputer, bahkan ada kemungkinan klien atau siswa datang
ke ruang konseling juga tidak membutuhkan bantuan dari konselor secara
langsung melalui proses konseling. Tetapi adakalanya, siswa atau klien
datang ke ruang konseling hanya ingin mendapatkan senyuman dari konselor
atau penerimaan tanpa syarat dari konselor.
Sebagai
benda mati, peralatan teknologi yang ada saat ini hanya bisa bermanfaat
jika dimanfaatkan oleh mereka yang memahami penggunaan masing-masing
alat tersebut. Artinya penggunaan teknologi ini akan memunculkan efek
yang baik jika dijalankan oleh mereka yang paham peralatan tersebut.
Sebaliknya, peralatan ini akan memberikan dampak negatif jika
pelaksananya tidak memahami dampak yang akan ditimbulkan. Banyak contoh
kasus dampak negatif penyalahgunaan teknologi informasi seperti
beredarnya rekaman video porno di ponsel, beredarnya video porno bajakan
yang dilakukan oleh anak negeri dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
- Media bimbingan dan konseling saat ini telah berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat;
- Media bimbingan dan konseling seperti internet akan menyediakan data atau informasi yang akurat bagi siswa;
- Hubungan konseling memerlukan empati, sehingga penggunaan media sebaiknya
- terbatas pada usaha perolehan data dan informasi saja;
- Untuk mempergunakan media bimbingan dan konseling perlu diperhatikan budaya yang dimiliki oleh siswa, sehingga pemilihan media bimbingan dan konseling akan efektif;
- Perlu pelatihan atau peningkatan kompetensi konselor dalam menguasai teknologi informasi;
DAFTAR PUSTAKA
Baggerly,
Jennifer. 2002. Practical Technological Applications to Promote
Pedagogical Principles and Active Learning in Counselor Education. Journal of Technology in Counseling. Vol. 2_2.
Dryden, Gordon; dan Voss, Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution: to Change the Way the World Learn”, the Learning Web, Torrence, USA, http://www.thelearningweb.net.
Hartono., Soedarmadji, Boy. 2005. Psikologi Konseling. Surabaya: University Press UNIPA Surabaya.
Hohenshill, Thomas, H. 2000. High Tech Counseling. Journal of Counseling and Development. V 78: 365-368.
Menanti, Asih. 2005. Konseling Indigenous. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional ABKIN di Bandung 2005.
Pelling, Nadine. 2002. The Use Technology In Career Counseling. Journal of Technology in Counseling. Vol. 2_2.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
———-, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta.
Sadiman, Arief. Dkk. 2002. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.
Sampson, James, P. 2000. Using the Internet to Enchance Testing in Counseling. Journal of Counseling and Development. V 78: 348-356.
Suyitno, Imam. 1997. Pemanfaatan
Media dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA).
Jurnal Sumber Belajar: Kajian Teori dan Aplikasi. 4 Nopember 1997.Sumber : Tulisan Devi Ari Mariani,M.si dari http://deviarimariani.wordpress.com/